MEKKAH – Perlakuan berbeda yang diterima khusus oleh jamaah hasi asal DKI Jakarta membuat resah jamaah lain. Untuk itu meski mereka mendapat layanan khusus karena menggunakan dana APBD Pemda DKI Jakarta, bentuk layanan yang ada hendaknya ke depan perlu dipikirkan ulang. Ini penting agar jamaah haji lain tak merasa dianaktirikan.
“Kami tahu fasiltas makan selama di Makkah dan angkutan bus khusus itu di danai APBD DKI Jakarta. Tapi kami harapkan perlu diformat ulang karena membuat cemburu jamaah lain. Ini masalahnya. Kami selalu dianggap lebih mengkhususkan mereka,” kata Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah, Arsyad Hidayat.
Menurut Arsyad, keluhan ini pun sudah disampaikannya kepada anggota DPD. Untuk itu ke depan soal ini diharapkan segara ada penyelesaian atau jalan keluarnya secara baik. Pemberian fasilitas lain tampaknya bisa dijadian alternatif.
“Untuk biaya uang makan dan angkutan yang selama ini dibayar oleh Pemda DKI, bisa ditukarkan dengan pemberian fasilitas penginapan yang lebih baik kepada para jamaahnya. Misalnya gedungnya menjadi lebih bagus dan dekat ke Masjidil Haram. Ini lebih bijak sebab tidak menimbulkan sikap iri dari jamaah lain. Atau juga bisa berbentuk uang tunai sebagai pengganti pemberian makanan tersebut,” katanya.
Menurut dia, pemberian fasilitas ini jelas menimbulkan masalah. Apalagi banyak jamaah asal dari luar DKI yang sama-sama bergabung dalam satu kelompok terbang (Kloter) dan satu gedung pemondokan dengan mereka. Jadi sangat terasa ganjil ketika ada orang yang diberlakukan berbeda, meski tinggal dalam satu rombongan yang sama.
“Kami sering diprotes jamaah lain atas soal ini. Dalam soal bus misalnya, ada anggota jamaah DKI yang tinggal bersama rombongan lain dijemput bus sedangkan jamaah lain satu kloter yang tidak mendapatkan fasilitas itu karena berasal dari Lampung atau Banten. Celakanya ketika penumpang lain mau ikut naik ke bus, mereka pun dilarang,” katanya.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Gorontalo, Rachmiyati Jahja, sepakat atas usulan tersebut. Menurut dia adanya fasilitas khusus yang didapat oleh jamaah haji dari daerah tertentu memang tak boleh menimbulkan sikap iri dari jamaah lain.
“Pemda kami di Gorontalo juga punya alokasi dana untuk jamaah hajinya. Tapi dana yang diberikan itu tidak diwujudkan seperti yang terjadi pada jamaah DKI Jakarta. Dana APDB yang kami alokasikan itu diberikan untuk menghajikan para imam masjid yang ada di wilayah kami yang berusia lanjut dan tak mampu berhaji. Jadi layanan khusus di dalam memberikan fasilitas kepada jamaah haji memang perlu dilakukan dengan bijak,” katanya.
Selain jamaah haji DKI Jakarta sebenarnya ada juga jamaah lain yang mendapatkan perlakuan khusus selama tinggal di Makkah. Mereka adalah jamaah asal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang masing-masing mendapatkan uang senilai 1.500 real setibanya di Makkah.
Namun berbeda dengan DKI Jakarta, uang yang diterima oleh jamaah haji asal Aceh yang jumlahnya mencapai 5.000 orang itu bukan berasal dari kas pemda. Uang itu merupakan hasil dari usaha tanah wakaf yang selama ini dipunyai oleh jamaah haji asal Aceh yang berada di Makkah.
“Siapapun jamaah haji asal Aceh akan mendapat kartu yang nanti ketika di Makkah akan ditukarkan dengan uang 1.500 real. Dan ini uang khusus kepada jamaah asal embarkasi Aceh saja.Orang Aceh yang berangkat dari embarkasi lain tidak mendapatlannya,” kata jamaah asal Aceh, Nasruddin.