Adakah cinta guru kepada siswanya melebihi cintanya kepada anak
kandungnya? Pertanyaan tersebut hanya untuk menggambarkan bahwa guru
perlu menumbuhkan dan memelihara cinta tulusnya kepada siswa di kelas.
Seberapa besar jumlah siswa di kelas, sebesar itu pula cinta tulus
dibalutkan dalam alam pikiran siswa. Malam hari menjelang tidur, sang
guru berdoa untuk diri, keluarga, dan siswa-siswa yang tadi pagi
dijumpai di kelas. Pagi hari, semangat berangkat kerja adalah semangat
para siswa yang tersenyum lembut pertanda masih membutuhkan cinta guru.
Saat masuk kelas, senyum tulus guru menebar ke semua diri siswa. Tidak
satupun anak yang terlewatkan dari sorot tulus dan jangkauan kasih
sayang dari guru. Guru langsung membenamkan diri dalam suasana anak
secara alami. Cara seperti itu menurut Quantum Learning, disebut bawalah dunia kita ke dunia mereka dan tariklah dunia mereka ke dunia kita.
Guru mengenali tipikal dan ciri khas siswa satu per satu sebagai bahan
untuk mengemas materi.Kemudian, materi disajikan dengan kemasan yang
menarik sesuai dengan kemampuan dan pemahaman siswa. Suatu saat materi
dikemas dalam cerita dongeng yang menarik karena siswa pada tahun itu,
setelah diidentifikasi di awal tahun, didominasi dengan kecerdasan
linguistik. Padahal, materi pelajaran yang disajikan berupa matematika.
Tahun berikutnya, materi yang sama, oleh guru dikemas dalam gerakan
simbolis karena siswa pada tahun itu berciri kecerdasan kinestetis.
Begitulah seterusnya, guru mengganti-ganti kemasan materi dan metodenya.
Tiap tahun ada upaya sang guru untuk berpikir dan berinovasi meskipun
tidak diperintahkan oleh atasannya.
Cinta guru adalah cinta yang seutuhnya yang keluar dari pori-pori
keikhlasan dan ketulusan. Semua daya dan upaya hanya semata untuk
menumbuhkembangkan siswanya. Tidak ada kerinduan yang paling hebat bagi
diri kecuali rindu pada siswanya. Mata batin guru adalah mata batin
siswa yang menapaki alam untuk meneruskan perjuangan kehidupan
berikutnya.
Andai terdapat guru yang mempunyai ketulusan dan keikhlasan tinggi,
dialah guru yang hidup pada zaman ini berdasarkan hidup diri Mahatma
Ghandi. Andai ada guru yang mempunyai motivasi tinggi dan semangat
bergairah, dialah wujud Sukarno yang menjelma dalam guru itu. Andai ada
guru yang sabar dengan kasih sayang, dialah kesabaran yang membuncah
dalam diri guru berjiwa Bunda Theresa.
Padang yang harus dilewati untuk menjadi guru penuh cinta adalah padang
yang terjal dan tandus. Di ceruk padang itu, terdapat bebatuan yang
sering mengganjal perjalanan guru untuk mencpai telaga kesegaran
dirinya. Kemudian, dalam padang itu, terdapat duri yang meski kecil
menyakitkan. Belum lagi suasana saat melewati padang itu sangat panas
karena belum ada perlindungan yang pantas untuk guru agar tidak
kepanasan dan gundah berkeringat.
Namun, seganas apapun padang yang harus dilewati, jika guru itu bertekad
kuat sekuat matahari menyinari bumi, tidak ada jalan yang tidak dapat
ditempuh. Modal dasarnya adalah niat dalam diri, cinta sejatinya, dan
ketulusan. Siswa ada dalam diri guru dan guru menyatu dalam kerling
siswa yang menawan.