Latar Belakang :
Ada sebuah obrolan ringan dalam sebuah rumah makan. Seorang yang duduknya tidak jauh dari saya berkelakar bangga karena semua yang dimakannya adalah makanan impor. Dia menyebut makanan yang sedang dimakannya satu per satu, berasnya dari Thailand, dagingnya dari Australia, sayurnya dari Vietnam, dan bahkan garamnya pun dari India. Seketika orang-orang di rumah makan itu hening sejenak. Mendengar itu saya merasakan dua hal, orang-orang Indonesia kaya karena mengkonsumsi makanan impor dan sekaligus miris karena negara yang alamnya kaya raya ini harus mendatangkan makanan dari luar negeri. Bayangkan, negara dengan garis pantai terpanjang keempat sedunia harus mengimpor garam dari luar negeri.
Keprihatinan yang timbul karena impor garam ini kemudian menjadi inspirasi bagi dua pemuda asal Aceh untuk menciptakan sebuah karya film dokumenter. Azhari dan Jamaluddin Phonna menggarap film dokumenter berjudul “Garamku Tak Asin Lagi” yang menjadi salah satu dari lima finalis Eagle Awards Metro TV 2011. Dua pemuda Aceh yang sama-sama sedang menempuh studi di Universitas Muhammadiyah Malang itu berhasil menarik perhatian para juri yang terdiri dari Radhar Panca Dahana, Kioen Moe, Dr. Yudi Latif, Nan Achnas, dan M. Abduh Aziz. Eagle Award Metro TV 2011 yang mengambil tema “Bagimu Indonesia” memang dirasa tepat dengan apa yang diangkat dalam film dokumenter Garamku Tak Asin Lagi. Kedua sineas muda itu ingin menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai potensi alam, khususnya garam, yang tidak kalah dari negara lain.
Dua pemuda asal Aceh ini yakin bahwa Indonesia tidaklah perlu mengimpor garam dari luar negeri bila kita semua mau cinta produk Indonesia dan mau memberdayakan sumber daya alam yang kita miliki. Azhari dan Jamalludin Phonna yang juga pernah memproduksi film dokumenter berjudul Menjemput Ilmu dari Sarang Peluru itu mengharapkan pemerintah untuk memberdayakan hasil negeri sendiri dan berusaha lepas dari ketergantungan dengan barang-barang impor. Kehancuran industri garam domestik dalam beberapa tahun terakhir ini bukan karena kualitas produksi yang rendah tapi lebih karena tidak ada kebijakan pemerintah yang berpihak pada industri garam lokal.
Bila pemerintah dan semua pihak mau bahu membahu bukan tidak mungkin saya berkata, “Garamku Tak Asing Lagi”. Karena garam Indonesia terasa asinnya dan garam asing tentu tidak senikmat itu.
Dukungan :
"Itukan judul film. Karya dua sineas muda Aceh itu kan?. Maksudku, Jamaluddin dan Azhari. Kok, dipakai jadi judul artikel? Apa sudah kehabisan ide? Hmmm..."
Begitulah komentar reflek sang kawan begitu mengintip artikel, saat hendak memulai menulis dan baru ada judul.
Sang kawan, benar. Itu memang judul film dokumenter. Dari 5 finalis Eagle Award 2011, film "Garamku Tak Asin Lagi" termasuk salah satu ide film yang berhasil menyisihkan 210 proposal ide lainnya.
Itu saja sudah cukup bangga. Dan, wajar jika ada banyak orang tergerak untuk bisa melakukan sesuatu. Samalah seperti wartawan yang langsung tergerak untuk mewartakannya. Sama seperti pembaca yang langsung mengirim link berita "Yukk Dukung Film Garamku Tak Asin Lagi" kepada kawan-kawan melalui facebook dan twitter.
Jadi, jika artikel ini berjudul sama dengan judul film "Garamku Tak Asin Lagi" semata karena reflek ingin ikut mendukung dengan cara yang paling bisa penulis lakukan.
Ternyata, jadi semakin tertarik jika ditelusuri lagi latar belakang kenapa Eagle Award 2011 diadakan dan ide dasar mengapa film "Garamku Tak Asin Lagi" di buat. Ada tarikan spirit, motivasi, dan inspirasi yang kuat di dalamnya.
Berikut, minimal 3 alasan utama mengapa film "Garamku Tak Asin Lagi" karya sineas muda Aceh ini perlu di dukung.
1. Film "Garamku Tak Asin Lagi" salah satu dari 5 finalis Eagle Award 2011. Kegiatan dalam bentuk kerja film ini dibuat dengan latar belakang cinta tanah air melalui pengenalan kebhinekaan Indonesia. Film "Garamku Tak Asin Lagi" salah satu finalis Eagle Award 2011 sebagai karya persembahan “Bagimu Indonesia”, rumah kita sendiri!
2. Film "Garamku Tak Asin Lagi" adalah karya sineas muda Indonesia asal Aceh, yakni Jamaluddin Phona dan Azhari. Hasil ide kreatif dua anak Aceh ini ternyata berhasil menyisihkan ide kreatif lainnya, yang seluruhnya berjumlah 210 proposal ide. Jamaluddin, lahir di Banda Aceh, 18 September 1991. Sedangkan Azhari, lahir di Samalanga, 17 Agustus 1987. Keduanya adalah mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Film "Garamku Tak Asin Lagi" adalah film yang bertolak dari ide dasar bahwa kehancuran industri lokal bukan karena kualitasnya rendah, tetapi karena terkikis akibat pola pikir yang selama ini membuat banyak orang selalu tergantung dengan produk-produk impor, sehingga melupakan produk lokal padahal kualitasnya tidak kalah dengan produk impor. Bukan cuma soal pola pikir tapi juga karena tidak ada kebijakan yang memihak kepada petani garam khususnya petani garam perempuan di Aceh.
Merekam daerah adalah mengenali kebhinekaan Indonesia yang bisa memulihkan rasa cinta tanah air karena Indonesia adalah rumah kita sendiri menjadi sangat penting bagi generasi muda Aceh di periode damai ini.
Lebih dari itu, merekam potret kehidupan petani garam adalah refleksi kritis anak muda yang sangat penting di tengah arus apatis yang bisa jadi tercipta akibat praktek politik yang semakin menggamangkan dan mengabaikan moralitas dan komitmen politik ureung Aceh. Dengan mengangkat rekaman kritis ini menjadi bukti bahwa "politik" anak muda masih sangat memikat dan menginspirasi.
Terakhir, mendukung anak muda Aceh yang kreatif, aktif, dan penuh karya serta memiliki semangat berkompetisi dengan cara-cara sehat sama nilainya dengan mendukung pemajuan Aceh. Mengapa? Jawabannya karena jika anak-anak muda Aceh hari ini penuh ide, kreatif, berkarya, dan senang berkompetisi dengan sehat maka bisa dipastikan masa depan Aceh akan lebih baik, dan sebaliknya.
Maka tidak ada pilihan lain kecuali bersegera memberi dukungan karena jika film ini bisa memenangkan salah satu dari tiga katagori kemenangan yang disediakan bisa dipastikan Aceh akan bangga dan lebih dari itu film ini juga bisa menjadi faktor pendorong untuk perubahan kebijakan pemerintah agar lebih memihak kepada rakyat kecil, khususnya terhadap petani perempuan Aceh. Adakah kebahagian lain selain melihat banyak anak muda Aceh penuh semangat untuk berkontribusi dalam memajukan Aceh?
Yukk kita nonton film dokumenter karya sineas muda Aceh "Garamku Tak Asin Lagi" di Metro TV, 5 Oktober 2011, pukul 20.00 WIB
Jak, ta dukung agar film "Garamku Tak Asin Lagi" bisa menang katagori film dokumenter favorit pemirsa. Ketik Eagle [spasi] Garam, kirim ke 9899 - sebanyak-banyaknya.
Sang kawan, benar. Itu memang judul film dokumenter. Dari 5 finalis Eagle Award 2011, film "Garamku Tak Asin Lagi" termasuk salah satu ide film yang berhasil menyisihkan 210 proposal ide lainnya.
Itu saja sudah cukup bangga. Dan, wajar jika ada banyak orang tergerak untuk bisa melakukan sesuatu. Samalah seperti wartawan yang langsung tergerak untuk mewartakannya. Sama seperti pembaca yang langsung mengirim link berita "Yukk Dukung Film Garamku Tak Asin Lagi" kepada kawan-kawan melalui facebook dan twitter.
Jadi, jika artikel ini berjudul sama dengan judul film "Garamku Tak Asin Lagi" semata karena reflek ingin ikut mendukung dengan cara yang paling bisa penulis lakukan.
Ternyata, jadi semakin tertarik jika ditelusuri lagi latar belakang kenapa Eagle Award 2011 diadakan dan ide dasar mengapa film "Garamku Tak Asin Lagi" di buat. Ada tarikan spirit, motivasi, dan inspirasi yang kuat di dalamnya.
Berikut, minimal 3 alasan utama mengapa film "Garamku Tak Asin Lagi" karya sineas muda Aceh ini perlu di dukung.
1. Film "Garamku Tak Asin Lagi" salah satu dari 5 finalis Eagle Award 2011. Kegiatan dalam bentuk kerja film ini dibuat dengan latar belakang cinta tanah air melalui pengenalan kebhinekaan Indonesia. Film "Garamku Tak Asin Lagi" salah satu finalis Eagle Award 2011 sebagai karya persembahan “Bagimu Indonesia”, rumah kita sendiri!
2. Film "Garamku Tak Asin Lagi" adalah karya sineas muda Indonesia asal Aceh, yakni Jamaluddin Phona dan Azhari. Hasil ide kreatif dua anak Aceh ini ternyata berhasil menyisihkan ide kreatif lainnya, yang seluruhnya berjumlah 210 proposal ide. Jamaluddin, lahir di Banda Aceh, 18 September 1991. Sedangkan Azhari, lahir di Samalanga, 17 Agustus 1987. Keduanya adalah mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Film "Garamku Tak Asin Lagi" adalah film yang bertolak dari ide dasar bahwa kehancuran industri lokal bukan karena kualitasnya rendah, tetapi karena terkikis akibat pola pikir yang selama ini membuat banyak orang selalu tergantung dengan produk-produk impor, sehingga melupakan produk lokal padahal kualitasnya tidak kalah dengan produk impor. Bukan cuma soal pola pikir tapi juga karena tidak ada kebijakan yang memihak kepada petani garam khususnya petani garam perempuan di Aceh.
Merekam daerah adalah mengenali kebhinekaan Indonesia yang bisa memulihkan rasa cinta tanah air karena Indonesia adalah rumah kita sendiri menjadi sangat penting bagi generasi muda Aceh di periode damai ini.
Lebih dari itu, merekam potret kehidupan petani garam adalah refleksi kritis anak muda yang sangat penting di tengah arus apatis yang bisa jadi tercipta akibat praktek politik yang semakin menggamangkan dan mengabaikan moralitas dan komitmen politik ureung Aceh. Dengan mengangkat rekaman kritis ini menjadi bukti bahwa "politik" anak muda masih sangat memikat dan menginspirasi.
Terakhir, mendukung anak muda Aceh yang kreatif, aktif, dan penuh karya serta memiliki semangat berkompetisi dengan cara-cara sehat sama nilainya dengan mendukung pemajuan Aceh. Mengapa? Jawabannya karena jika anak-anak muda Aceh hari ini penuh ide, kreatif, berkarya, dan senang berkompetisi dengan sehat maka bisa dipastikan masa depan Aceh akan lebih baik, dan sebaliknya.
Maka tidak ada pilihan lain kecuali bersegera memberi dukungan karena jika film ini bisa memenangkan salah satu dari tiga katagori kemenangan yang disediakan bisa dipastikan Aceh akan bangga dan lebih dari itu film ini juga bisa menjadi faktor pendorong untuk perubahan kebijakan pemerintah agar lebih memihak kepada rakyat kecil, khususnya terhadap petani perempuan Aceh. Adakah kebahagian lain selain melihat banyak anak muda Aceh penuh semangat untuk berkontribusi dalam memajukan Aceh?
Yukk kita nonton film dokumenter karya sineas muda Aceh "Garamku Tak Asin Lagi" di Metro TV, 5 Oktober 2011, pukul 20.00 WIB
Jak, ta dukung agar film "Garamku Tak Asin Lagi" bisa menang katagori film dokumenter favorit pemirsa. Ketik Eagle [spasi] Garam, kirim ke 9899 - sebanyak-banyaknya.
ini video nya : Garamku Tak Asin Lagi