BAHOROK, Keragaman flora dan fauna di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang terpelihara dan terjaga dengan baik, terutama di Kecamatan Bahorok, merupakan salah satu pendukung meningkatnya minat wisatawan asing berkunjung ke Bukit Lawang, Sumatera Utara.“Selain orang utan, ada lagi beberapa satwa yang saat ini berkembang biak dan terpelihara di kawasan hutan TNGL seperti gajah, badak dan harimau,” kata Sudiro selaku Kepala Seksi Pengelolaan Hutan Taman Nasional (SPTN) Wilayah IV, melalui sumber wol, siang ini.
Dikatakan, meskipun tidak diketahui jumlah populasi keempat satwa yang dilindungi dan berkembang biak di kawasan hutan TNGL itu, namun jejak satwa–satwa itu masih dapat ditemukan di kawasan hutan itu.Kawasan TNGL memiliki potensi kekayaan tumbuh-tumbuhan sekira 3.500 jenis dan satwanya sekira 536 jenis. Keberadaan TNGL yang sebagian berada di Provinsi Aceh seluas 891.646,73 hektar.
Sebagian lagi, kata dia, berada di wilayah Sumut dengan luas 203.045,68 hektar menempatkan kawasan hutan lindung ini meraih predikat internasional sebagai Cagar Biosfer (1981), ASEAN Heritage Park (1984) dan situs warisan dunia, Tropical Rainforest Heritage of Sumatera pada 2004.Pusat rehabilitasi orang utan didirikan dari dana suaka alam dunia WWF (World Wild Life Fund) sejak 1973 bertujuan untuk meliarkan kembali orang utan ke habitatnya semula di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser.Populasi orang utan diperkirakan masih ada 300-an ekor di alam bebas hutan TNGL tersebut. Dewasa ini kawasan Bukitlawang menjadi Pusat Pengamatan Orang Utan Sumatera (Viewing Centre) yang menjadi salah satu andalan wisata di Sumut.
Ketika bencana banjir bandang Bukit Lawang yang meluluh-lantakkan kawasan wisata tersebut pada 2 November 2003, selama enam bulan kawasan ini sempat ditutup untuk seluruh kegiatan pariwisata. Akibatnya masyarakat setempat yang mengandalkan nafkahnya dari sektor tersebut terpaksa menganggur.Tiga tahun kemudian kawasan wisata Bukit Lawang menggeliat lagi, sejumlah wisatawan asing mulai berdatangan. Kawasan wisata Bukit Lawang sekitar 1995 pernah mengalami masa jayanya, ketika itu tercatat kunjungan wisatawan mancanegara sejumlah 21.577 orang.Tahun pertama pasca bencana banjir bandang (2004) jumlah kunjungan wisatawan mancanegara merosot drastis menjadi 1.051 orang. Tahun 2005 kunjungan wisman meningkat menjadi 1.831 orang. Pada 2006 tercatat 2.069 orang dan tahun 2007 tercatat kunjungan wisatawan asing 3.042 orang.
Kini kunjungan wisatawan asing terus meningkat tercatat 5.185 turis (2008) dan melonjak menjadi 8.544 pada 2009 serta sejumlah 8.931 wisatawan mancanegara pada 2010 berkunjung ke Bukit Lawang.Dari sekian banyak wisatawan asing, wisatawan asal Belanda merupakan jumlah yang terbesar mencapai 2.906 orang, Inggris 1.000 , Amerika 487, Australia 388 , Spanyol 270 , Kanada 211, Swiss 190 dan Belgia 187 orang.Kini setelah sarana perhubungan menuju kawasan Bukit Lawang sudah lebih baik diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan asing maupun lokal pada tahun-tahun mendatang bakal terus bertambah. Karenanya Pemkab Langkat perlu melakukan penataan ulang kawasan wisata tersebut.
Sehingga, lokasi wisata lebih terasa nyaman dengan kehadiran kios-kios penjual souvenir, kawasan bantaran sungai yang indah serta lokasi parkir yang baik. “Rencana detailnya sudah ada tetapi terganjal masalah dana,” kata Ansyarullah selaku Ketua Bappeda Langkat.
Sebagian lagi, kata dia, berada di wilayah Sumut dengan luas 203.045,68 hektar menempatkan kawasan hutan lindung ini meraih predikat internasional sebagai Cagar Biosfer (1981), ASEAN Heritage Park (1984) dan situs warisan dunia, Tropical Rainforest Heritage of Sumatera pada 2004.Pusat rehabilitasi orang utan didirikan dari dana suaka alam dunia WWF (World Wild Life Fund) sejak 1973 bertujuan untuk meliarkan kembali orang utan ke habitatnya semula di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser.Populasi orang utan diperkirakan masih ada 300-an ekor di alam bebas hutan TNGL tersebut. Dewasa ini kawasan Bukitlawang menjadi Pusat Pengamatan Orang Utan Sumatera (Viewing Centre) yang menjadi salah satu andalan wisata di Sumut.
Ketika bencana banjir bandang Bukit Lawang yang meluluh-lantakkan kawasan wisata tersebut pada 2 November 2003, selama enam bulan kawasan ini sempat ditutup untuk seluruh kegiatan pariwisata. Akibatnya masyarakat setempat yang mengandalkan nafkahnya dari sektor tersebut terpaksa menganggur.Tiga tahun kemudian kawasan wisata Bukit Lawang menggeliat lagi, sejumlah wisatawan asing mulai berdatangan. Kawasan wisata Bukit Lawang sekitar 1995 pernah mengalami masa jayanya, ketika itu tercatat kunjungan wisatawan mancanegara sejumlah 21.577 orang.Tahun pertama pasca bencana banjir bandang (2004) jumlah kunjungan wisatawan mancanegara merosot drastis menjadi 1.051 orang. Tahun 2005 kunjungan wisman meningkat menjadi 1.831 orang. Pada 2006 tercatat 2.069 orang dan tahun 2007 tercatat kunjungan wisatawan asing 3.042 orang.
Kini kunjungan wisatawan asing terus meningkat tercatat 5.185 turis (2008) dan melonjak menjadi 8.544 pada 2009 serta sejumlah 8.931 wisatawan mancanegara pada 2010 berkunjung ke Bukit Lawang.Dari sekian banyak wisatawan asing, wisatawan asal Belanda merupakan jumlah yang terbesar mencapai 2.906 orang, Inggris 1.000 , Amerika 487, Australia 388 , Spanyol 270 , Kanada 211, Swiss 190 dan Belgia 187 orang.Kini setelah sarana perhubungan menuju kawasan Bukit Lawang sudah lebih baik diperkirakan jumlah kunjungan wisatawan asing maupun lokal pada tahun-tahun mendatang bakal terus bertambah. Karenanya Pemkab Langkat perlu melakukan penataan ulang kawasan wisata tersebut.
Sehingga, lokasi wisata lebih terasa nyaman dengan kehadiran kios-kios penjual souvenir, kawasan bantaran sungai yang indah serta lokasi parkir yang baik. “Rencana detailnya sudah ada tetapi terganjal masalah dana,” kata Ansyarullah selaku Ketua Bappeda Langkat.