Bak tampungan air untuk berwudhuk yang ada di setiap meunasah dan mesjid di seluruh Aceh memiliki tiga model yang masing-masing mewakili zamannya. Namun model terlama tak banyak yang masih tersisa.
Struktur dan langgam-bangun tempat berwudhuk model lama adalah, kolam yang digali menyorok ke dalam tanah, berdinding semen-batu yang pada umumnya berbentuk undakan-undakan memanjang sekeliling dinding kolam yang berfungsi sebagai tangga-turun untuk mencapai permukaan air kolam, dengan sumber air dari mata air di dalam tanah.
Umumnya kata orang tua, bahwa hal itu bisa dimaklumi di mana kulah ie (bak air) tempat wudhuk zaman dulu sebenarnya sebuah sumur yang digali seluas kolam renang. “Kalau tak digali sedalam sumur, dari mana sumber airnya. Zaman itu pompa air belum diciptakan. Jadi tak mungkin membangun tempat ambil air wudhuk dalam bentuk bak tampungan air seperti sekarang ini,” kata seorang narasumber.
Dalam beberapa kunjungan di sejumlah kawasan, Harian Aceh pernah mendapati di beberapa kampung yang masih memelihara kulah ie tempat berwudhuk model terlama di meunasah mereka, kendati tak jauh dari situ tempat mengambil air sembahyang termodern telah dibangun pula.
Artinya, “Masih banyak yang suka mengambil wudhuk di ‘kulah zaman’ dulu, makanya kami tetap memeliharanya dengan baik sebagaimana orang-orang dulu menjaganya,” kata Jamaluddin, 25 tahun, warga Gampong Paloh Dayah, Muara Satu, Lhokseumawe kepada Harian beberapa waktu lalu.
Menurut pemuda ini, tempat berwudhuk seluas sekira duabelasan meter persegi dan berada tepat di halaman depan meunasah Paloh Dayah itu dibangun sekitar awal abad 19. Dan di seputar desa tersebut masih ada beberapa kampung yang masih menjaga dengan baik model kulah lama ini. Tetapi, sambung Jamal, kulah yang ada di kampungnya itu memiliki misteri dan keanehan.
Tiap sore anak-anak desa setempat bermandian di sini, tapi kata Jamal, “No problem.” Namun kalau ada orang baru dari luar kampung yang mandi, itu harus dikawal. Soalnya tak berapa lama kemudian ia akan mengalami lemas tubuh dan tak sadarkan diri hingga badannya akan terapung atau tenggelam ke dasar kulah.
“Seingat saya peristiwa ini telah terjadi tiga kali beberapa tahun lalu. Yang terakhir seorang pemuda buruh bangunan yang sedang bekerja di kampung kami, mandi di kolam itu sendirian. Terakhir didapati oleh temannya ia telah terapung di permukaan kolam. Ketika diangkat ke pinggir, ya, Allah, pemuda itu sudah tak bernyawa.”
Menurut Jamaluddin, kata orang-orang tua desanya, kolam tempat wudhuk yang sudah berusia ratusan tahun itu ada penunggu semacam jin atau makhluk halus. Bila orang tak dikenal datang dari luar kampung dan mandi di situ, sang penunggu akan menghisap darah orang tersebut hingga mati lamas.
Namun, sambung pemuda lajang berpendidikan tamat sekolah menengah atas itu, menurut sejumlah sumber, mata air di kedalaman kulah itu ikut mengeluarkan semacam gas beracun dengan kadar bahaya rendah.
Artinya, kata dia, bagi orang atau anak-anak yang sudah terbiasa mandi di situ, gas tersebut tidak lagi mempengaruhi keberadaan oksigen dalam paru-paru atau darah. Tapi bagi orang luar yang baru pertama kali datang dan langsung terjun mandi, gas itu akan segera bekerja di dalam paru-paru dan darah dengan daya pengaruh yang sangat lembut, bahkan tak terasa bagi calon korban, karena gejala pertama serangan adalah dalam bentuk lemah tubuh yang menimbulkan halusinasi tertentu hingga tanpa sadar si korban telah koma.
Dan koma di dalam air, lanjut sumber itu yang diulang kembali oleh Jamaluddin kepada Harian Aceh, dalam tempo kurang dari satu menit tanpa bantuan, korban akan meninggal. “Tapi selebihnya, ya, wallahu a’lam.”
Kata pemuda itu, perusahaan sebonafid PT. Arun LNG yang letakknya tak jauh dari kampung Paloh Dayah itu, seharusnya menganggarkan sedikit dana untuk para pakar melakukan penelitian di kulah ie tersebut hingga bisa diketahui dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, ada apa di balik tiga kematian orang luar kampung beberapa tahun lalu itu, sementara anak-anak desa setempat malah bisa mandi sambil melompat-lompat hingga berjam-jam tapi sebagaimana datang, pulangnya juga masih sehat walafiat.[]
Harian Aceh