Rumah Ilyas Pase di Desa Simpang Empat, Lhokseumawe | The Atjeh Post/ I.I.Pangeran |
LHOKSEUMAWE - Rumah berkonstruksi megah itu masih tampak baru. Bangunannya dicat putih dan genteng merah, dari luar terlihat merah-putih. Kondisi bangunan rumah beda jauh dengan pagar yang sudah kusam. Inilah rumah Rp1 miliar milik Bupati Aceh Utara (non aktif ) Ilyas Pasee.
Rumah yang terletak di bibir jalan Panglateh, Desa Simpang Empat, Banda Sakti, Lhokseumawe itu kini terancam disita oleh bank. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh kemarin, Ilyas mengaku tak mampu lagi melunasi kredit rumah itu. "Kredit per bulannya Rp 23 juta, gaji saya hanya Rp 6 juta per bulan," kata Ilyas Pasee.
Siang tadi, saya dari The Atjeh Post mendatangi rumah itu sekitar pukul 12.45. Rumah itu tak ada pintu pagar. Jadi, bisa langsung nyelonong masuk. Di garasi, satu sepeda motor tertutup kain. Ada juga tumpukan batu-bata dan potongan kayu yang berserakan.
Pintu masuk dari garasi ke dalam rumah tidak tertutup. Saya beri salam, tidak ada yang menjawab. Saya ketuk pintu dan kembali memberi salam, juga tak berbalas. Setelah diulangi sampai lima kali, baru terdengar jawaban dari dalam rumah. “Tamong (masuk).”
Sambil melangkah masuk, saya mencoba menemukan penghuni rumah, tapi tak tampak seorangpun. Mata saya hanya berhasil menangkap dua daun pintu yang terbaring di lantai ruangan bagian belakang. Lantai keramik yang masih baru, plafon dan dinding bercat putih juga baru. “Hmm... rumah yang lumayan luas, banyak ruangan,” guman saya.
Saya berupaya lagi memanggil tuan rumah, lalu menanyakan keberadaannya. “Inoe, ruangan keu (di sini, ruangan depan),” sahut seseorang.
Saya melangkah pelan dan menemukan ruangan tengah yang luas. Ruangan ini disesaki kayu penyangga untuk pengecatan plafon. Beberapa pakaian lusuh dijemur pada kayu penyangga. Di lantai ruangan ini juga ada tumpukan cat dan keramik.
Akhirnya saya menemukan ruangan depan, pintunya terbuka. Di dalam, dua anak muda sedang duduk di lantai sambil menulis. “Tamong,” kata satu dari anak muda itu.
Saat saya menanyakan pemilik rumah, anak muda itu bilang mereka pekerja pengecatan plafon, pemasangan keramik dan pintu. “Ilyas Pase tidak ada, Umi Khadijah (mantan istri Ilyas Pase) juga tidak ada. Rumah ini belum ditempati,” kata seorang pekerja itu yang mengaku bernama Heri. Satunya lagi bernama Marwan.
Mereka terus saja menulis dan menggambar bentuk rumah di atas kertas. “Kebetulan saya mahasiswa teknik,” kata Heri. “Kuliah sambil bekerja bangun rumah Ilyas Pase,” sebut Heri yang kali ini mulai mengumbar senyum.
“Kami numpang tinggal di sini, kalau tidak, material rumah bisa hilang (dicuri),” kata Heri lagi. Marwan mengangguk.
Menurut Marwan, luas rumah ini sekira 14 x 12 meter. “Empat kamar dan tiga kamar mandi,” katanya.
“Rumah ini direhab berat, sudah ada rumah dasar, ditambah ketinggiannya dan diubah bentuk. Rumah dasar ketinggiannya hanya sekira 3,5 meter, sekarang lebih kurang jadi 5,5 meter,” kata Marwan.
Lalu, Marwan mengajak saya melihat-lihat ruangan yang ada. “Ini ruangan musalla,” katanya. Ruangan mussalla berada di bagian belakang. Di sebelahnya ada ruangan dapur. “Ini kamar mandi yang paling luas,” kata Marwan. Kamar mandi itu berada di samping dapur. “Ini tempat wuduk,” katanya lagi. Ruangan tempat wuduk belum rampung.
Tiba-tiba, terdengar suara mesin sepeda motor dan parkir di garasi. “Itu ketua tukang, ketua kami sudah datang,” kata Marwan.
Ketua tukang langsung masuk. Saya menyalami dia dan memperkenalkan diri. Sejurus kemudian, ketua tukang mulai bercerita. “Ini perlu tiga kunci lagi untuk tiga pintu luar, tidak ada kuncinya,” kata si ketua tukang yang hanya tersenyum saat saya menanyakan namanya.
“Listrik juga terancam dipotong, sudah datang surat dari PLN, kemarin saya temukan surat di lantai,” kata dia sambil membuka surat yang terlipat dari dompetnya. “Sudah tujuh bulan menunggak rekening, terhitung bulan Mei,” kata si ketua tukang.
Apakah ada penegasan dalam surat itu, kapan batas akhir harus dibayar tunggakan rekening listrik? “Tanggal 24 November, berarti besok. Kalau tidak dibayar, dipotong,” katanya.
Menurut ketua tukang ini, mereka mulai bekerja memasang keramik, memasang kunci pintu, membuang tanah timbunan di halaman depan dan pengecatan ruangan sejak 27 September 2011.
“Sejak bekerja sampai sekarang, uang masuk, yang diberikan kepada kami Rp21.700.000,” kata dia. “Yang belum dibayar, termasuk ongkos kerja lebih kurang Rp10 juta”.
Ketua tukang ini akhirnya mau menyebut namanya, Jafar. Dia dan anak buahnya mengaku sudah mendengar kabar bahwa rumah ini milik Ilyas Pase terancam di sita oleh pihak bank. “Sekitar sebulan lalu, ada datang orang bank kemari,” kata Marwan.
Soal kedatangan pihak bank ke rumah ini juga diakui Sofyan, warga tinggal di seberang jalan depan rumah Ilyas Pase. Kata Sofyan, rumah Ilyas Pase mulai direhabilitasi sejak setahun lalu.
“Tukang yang bekerja sekarang, itu tukang tahap kedua. Tukang yang pertama mengerjakan perubahan bentuk rumah, berasal dari Nisam (Aceh Utara), mungkin orang kampung Ilyas Pase,” kata Sofyan.
Kabar yang didengar Sofyan dan warga lain di lokasi ini, Ilyas Pase belum membayar lunas ongkos pekerjaan, baik untuk tukang tahap pertama maupun tukang yang sekarang bekerja.
“Malah sekarang kami tidak bekerja lagi, karena ongkos kerja dan material seperti daun pintu yang kami berutang pada toko bangunan belum dibayar lunas,” kata Jafar, ketua tukang tadi.
Jafar menyatakan, mereka akan mengambil daun pintu dan beberapa material lain kalau pihak bank menyita rumah Ilyas Pase. “Beberapa material itu bukan dibeli oleh pemilik rumah, tapi yang kami berutang pada toko bangunan,” katanya.
“Sayang juga kalau rumah ini disita, padahal hanya butuh uang sekitar Rp5 juta lagi untuk peralatan kunci pintu sudah bisa ditempati. Rumah ini sudah tahap finishing,” kata Jafar.[]
Siang tadi, saya dari The Atjeh Post mendatangi rumah itu sekitar pukul 12.45. Rumah itu tak ada pintu pagar. Jadi, bisa langsung nyelonong masuk. Di garasi, satu sepeda motor tertutup kain. Ada juga tumpukan batu-bata dan potongan kayu yang berserakan.
Pintu masuk dari garasi ke dalam rumah tidak tertutup. Saya beri salam, tidak ada yang menjawab. Saya ketuk pintu dan kembali memberi salam, juga tak berbalas. Setelah diulangi sampai lima kali, baru terdengar jawaban dari dalam rumah. “Tamong (masuk).”
Sambil melangkah masuk, saya mencoba menemukan penghuni rumah, tapi tak tampak seorangpun. Mata saya hanya berhasil menangkap dua daun pintu yang terbaring di lantai ruangan bagian belakang. Lantai keramik yang masih baru, plafon dan dinding bercat putih juga baru. “Hmm... rumah yang lumayan luas, banyak ruangan,” guman saya.
Saya berupaya lagi memanggil tuan rumah, lalu menanyakan keberadaannya. “Inoe, ruangan keu (di sini, ruangan depan),” sahut seseorang.
Saya melangkah pelan dan menemukan ruangan tengah yang luas. Ruangan ini disesaki kayu penyangga untuk pengecatan plafon. Beberapa pakaian lusuh dijemur pada kayu penyangga. Di lantai ruangan ini juga ada tumpukan cat dan keramik.
Akhirnya saya menemukan ruangan depan, pintunya terbuka. Di dalam, dua anak muda sedang duduk di lantai sambil menulis. “Tamong,” kata satu dari anak muda itu.
Saat saya menanyakan pemilik rumah, anak muda itu bilang mereka pekerja pengecatan plafon, pemasangan keramik dan pintu. “Ilyas Pase tidak ada, Umi Khadijah (mantan istri Ilyas Pase) juga tidak ada. Rumah ini belum ditempati,” kata seorang pekerja itu yang mengaku bernama Heri. Satunya lagi bernama Marwan.
Mereka terus saja menulis dan menggambar bentuk rumah di atas kertas. “Kebetulan saya mahasiswa teknik,” kata Heri. “Kuliah sambil bekerja bangun rumah Ilyas Pase,” sebut Heri yang kali ini mulai mengumbar senyum.
“Kami numpang tinggal di sini, kalau tidak, material rumah bisa hilang (dicuri),” kata Heri lagi. Marwan mengangguk.
Menurut Marwan, luas rumah ini sekira 14 x 12 meter. “Empat kamar dan tiga kamar mandi,” katanya.
“Rumah ini direhab berat, sudah ada rumah dasar, ditambah ketinggiannya dan diubah bentuk. Rumah dasar ketinggiannya hanya sekira 3,5 meter, sekarang lebih kurang jadi 5,5 meter,” kata Marwan.
Lalu, Marwan mengajak saya melihat-lihat ruangan yang ada. “Ini ruangan musalla,” katanya. Ruangan mussalla berada di bagian belakang. Di sebelahnya ada ruangan dapur. “Ini kamar mandi yang paling luas,” kata Marwan. Kamar mandi itu berada di samping dapur. “Ini tempat wuduk,” katanya lagi. Ruangan tempat wuduk belum rampung.
Tiba-tiba, terdengar suara mesin sepeda motor dan parkir di garasi. “Itu ketua tukang, ketua kami sudah datang,” kata Marwan.
Ketua tukang langsung masuk. Saya menyalami dia dan memperkenalkan diri. Sejurus kemudian, ketua tukang mulai bercerita. “Ini perlu tiga kunci lagi untuk tiga pintu luar, tidak ada kuncinya,” kata si ketua tukang yang hanya tersenyum saat saya menanyakan namanya.
“Listrik juga terancam dipotong, sudah datang surat dari PLN, kemarin saya temukan surat di lantai,” kata dia sambil membuka surat yang terlipat dari dompetnya. “Sudah tujuh bulan menunggak rekening, terhitung bulan Mei,” kata si ketua tukang.
Apakah ada penegasan dalam surat itu, kapan batas akhir harus dibayar tunggakan rekening listrik? “Tanggal 24 November, berarti besok. Kalau tidak dibayar, dipotong,” katanya.
Menurut ketua tukang ini, mereka mulai bekerja memasang keramik, memasang kunci pintu, membuang tanah timbunan di halaman depan dan pengecatan ruangan sejak 27 September 2011.
“Sejak bekerja sampai sekarang, uang masuk, yang diberikan kepada kami Rp21.700.000,” kata dia. “Yang belum dibayar, termasuk ongkos kerja lebih kurang Rp10 juta”.
Ketua tukang ini akhirnya mau menyebut namanya, Jafar. Dia dan anak buahnya mengaku sudah mendengar kabar bahwa rumah ini milik Ilyas Pase terancam di sita oleh pihak bank. “Sekitar sebulan lalu, ada datang orang bank kemari,” kata Marwan.
Soal kedatangan pihak bank ke rumah ini juga diakui Sofyan, warga tinggal di seberang jalan depan rumah Ilyas Pase. Kata Sofyan, rumah Ilyas Pase mulai direhabilitasi sejak setahun lalu.
“Tukang yang bekerja sekarang, itu tukang tahap kedua. Tukang yang pertama mengerjakan perubahan bentuk rumah, berasal dari Nisam (Aceh Utara), mungkin orang kampung Ilyas Pase,” kata Sofyan.
Kabar yang didengar Sofyan dan warga lain di lokasi ini, Ilyas Pase belum membayar lunas ongkos pekerjaan, baik untuk tukang tahap pertama maupun tukang yang sekarang bekerja.
“Malah sekarang kami tidak bekerja lagi, karena ongkos kerja dan material seperti daun pintu yang kami berutang pada toko bangunan belum dibayar lunas,” kata Jafar, ketua tukang tadi.
Jafar menyatakan, mereka akan mengambil daun pintu dan beberapa material lain kalau pihak bank menyita rumah Ilyas Pase. “Beberapa material itu bukan dibeli oleh pemilik rumah, tapi yang kami berutang pada toko bangunan,” katanya.
“Sayang juga kalau rumah ini disita, padahal hanya butuh uang sekitar Rp5 juta lagi untuk peralatan kunci pintu sudah bisa ditempati. Rumah ini sudah tahap finishing,” kata Jafar.[]
Sumber : The Atjeh Post